Kamis, 02 Mei 2013

J A I M

 
“Hei kamu,ya kamu”,kataku seolah mengenalnya.
“Aku? Kamu bicara denganku?”, jawabnya heran.
Dia adalah anak baru di sekolahku. Wajahnya tak asing bagiku. Sepertinya aku pernah melihatnya. Berusaha merefresh kembali memoriku dan...yah aku ingat. Dia adalah teman SMPku lalu. Aku pindah setahun yang lalu karena orang tuaku di mutasi. Tidak terpikirkan olehku, aku akan bertemu dengannya lagi di sekolah ini, SMPN 2 Jakarta.
“Hello...what do you think?”, tanyanya membuyarkan lamunanku. Segera aku kembali ke duniaku yang sekarang.
“Kamu fahri kan? Kamu pasti dari SMPN 3 Bandung?”,tanyaku yakin.
“E....iya, kamu siapa?”, jawabnya heran.
Ternyata dia telah lupa denganku. Wajar sih, setahun lebih tidak bertemu bukanlah waktu yang singkat.
“hmm....yayaaa...aku ingat,kamu Putri,benarkan?’’,teriaknya membuatku terkejut.
Dugaanku salah. Dia ingat padaku. Dia ingat semua tentang aku. Kami mulai bercerita tentang masa lalu kita dan saling menebak. Aku gadis pecinta ungu, sesemangat spongebob, paling takut sama guntur,keras kepala, dan tidak suka menyanyi, katanya berusaha mengingatku.
Fahri, dia sahabat lamaku yang kini bersamaku lagi. Ternyata waktu mempertemukan kita lagi.***

Kedatangan Fahri, membuat aku sedikit berubah. Sekarang aku jarang main sama teman-temanku yang lain. Waktuku lebih banyak dihabiskan bersama Fahri. Selain rumah kita yang berdekatan, dia cocok denganku. Orangnya humoris, baik, dan dewasa untuk usianya yang masih 13 tahun. Tapi , satu hal yang aku  tidak suka darinya. Dia suka balapan. Sebenarnya bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan.
Hari-hariku bersama Fahri melahirkan berjuta kenangan.
“ Ri, lulus nanti kamu lanjut di mana?”, tanyaku.
“ Hmmm....aku mau balik lagi ke Bandung, aku ingin bersekolah yang sekolahnya itu bisa menjadikanku seorang pembalap,aku ingin menjadi seperti Valintina”, jawab Fahri sedikit berkhayal.
“Valentino Rossi,bukan Valintina. Berarti kita akan terpisah lagi. Aku tetap di sini. Orang tuaku tidak mengizinkanku keluar kemana-mana”, jelasku sedih.
Melihat aura sedihku, Fahri berusaha menghiburku dengan lelucon andalannya. Dia meyakinkanku kalau kita masih tetap jadi sahabat. Katanya, jarak bukanlah penghalang persahabatan kita. Dia janji akan selalu mengunjungiku setiap liburan. Meskipun demikian, aku tetap merasa sedih. Bagiku Fahri lebih dari teman. Aku suka padanya. Meskipun usiaku terbilang mudah, tapi aku sedikit mengerti tentang cinta.***
Seminggu lagi pengumuman tiba. Semua siswa SMP cemas menunggu hari itu. Hari dimana penentuan kita selama 3 tahun berada di bangku SMP. Setelah pengumuman nanti Fahri akan segera berangkat ke Bandung. Rasanya begitu cepat, seperti baru kemarin kita dipertemukan dan sekarang harus berpisah lagi. Satu minggu ini, kuhabiskan semua waktuku bersama Fahri.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Semua siswa terlihat cemas menanti hasil yang tinggal beberapa jam lagi. Aku ke sekolah bersama Fahri. Mukaku terlihat kusut. Fahri tahu kalau aku sedang sedih. Beragam cara dia lakukan untuk membuatku tersenyum. Tapi, itu semua sia-sia. Aku benci hari ini. Hari terakhir aku bersama Fahri. Tepat pukul  1 siang nanti Fahri akan berangkat.
“HORE...AKU LULUS”, teriak semua siswa gembira.
Aku senang, akhirnya masa putih biruku berakhir. Aku akan menjadi seorang siswa SMA. Tapi entah mengapa, aku merasa masa SMAku nanti tidak akan seindah masa SMPku. Aku harus melalui hari-hariku tanpa Fahri sahabatku. Orang yang selalu mengerti aku, orang yang tidak pernah bosan mendengar ceritaku, orang yang sering jahilin aku, dan orang yang selalu membuatku tertawa.
Setelah acara pelulusan aku pulang,tanpa pamit kepada Fahri yang sedang sibuk mengurus keberangkatanya. Setibaku dirumah, mama bingung mukaku tidak seceria teman-temanku. Mama mendekati dan ingin tahu. Aku mulai bercerita soal keberangkatan Fahri. Yah.... jawaban mama sama seperti  Fahri. Jarak bukanlah pemisah persahabatan kita. Kulangkahkan kakiku menuju kamar. Berbaring sambil mengingat masa-masaku bersama Fahri membuat rasa sedihku bertambah. Sedikit-sedikit  pandanganku tertuju kearah jam yang ada di meja belajarku. 30 menit lagi Fahri akan berangkat.
“Maaf Fahri, aku tidak bisa mengantarmu. Itu hanya akan membuatku semakin mengingatmu”, kataku dalam hati.
“ Kamu tunggu apalagi Fahri? 10 menit lagi pesawat berangkat”, tanya ibu Fahri.
  Putri bu, kenapa dia tidak mengantarku?”, Jawab Fahri kecewa.
“ Sudahlah, mungkin dia sedang sibuk” , balas ibu Fahri.***
Satu bulan kemudian....
Hari pertamaku menggunakan seragam putih abu-abu. Tidak tahu apa yang akan terjadi di masa ini.
Satu bulan ini tidak pernah ada kabar dari Fahri.
“Putri...Putri...”,teriak seseorang memanggilku.
Kuhentikan langkahku dan mencari-cari sumber suara. Dari kejauhan terlihat seorang pria berlari menujuku sambil melambai-lambaikan tangannya. Aku sama sekali tidak mengenalnya.
“Aku Ishak”, katanya memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya kearahku.
“Putri”, jawabku singkat.
“Ya..aku tahu. Kamu Putri si Miss Purple, gadis sesemangat spongebob, paling takut sama guntur, dan tidak suka menyanyi”, katanya semangat.
Aku heran, dia seolah-olah telah mengenalku lama. Kata-katanya mengingatkanku pada Fahri. Selidik penuh selidik ternyata dia teman Fahri. Fahri banyak cerita tentangku padanya. Dia juga sering sering melihat fotoku di handphone Fahri. Itu sebabnya dia tahu mukaku. Kami berada di kelas yang sama. Orangnya asyik. Dia teman pertamaku di sekolah ini. Aku langsung dekat dengannya. Yah..mungkin karena dia punya banyak kesamaan dengan Fahri.
Aku dan Ishak sering membicarakan sesuatu soal Fahri. Aku sering bertanya-tanya kenapa sampai sekarang tidak pernah ada kabar tentangnya. Ishak hanya bisa meyakinku dengan jawaban mungkin Fahri sedang sibuk.
Ishak orangnya baik, dia tidak pernah keberatan setiap aku meminta bantuannya.***
Satu tahun berlalu, sekarang aku sudah berada di kelas dua. Tapi, kabar dari Fahri tak kunjung tiba. Janjinya untuk mengunjungiku setiap liburan ternyata bohong. Dua kali liburan ini dia tidak pernah datang. Nomor handphonenya diganti. Masa putih abu-abuku banyak dihabiskan bersama Ishak. Sampai suatu hari..
“ Aku suka sama kamu Putri”, kata Ishak.
Aku kaget mendengar pengakuannya. Aku pikir selama ini dia tahu kalau aku menyukai Fahri,ternyata tidak. Tapi, aku juga tidak bisa membohongi diriku, aku juga suka sama Ishak. Dia hadir dikehidupanku sebagai sosok Fahri. Setiap kali aku sedih, dia selalu menghiburku.
“ Bagaimana Put?”,  tanya Ishak.
“ e.... beri aku waktu untuk berpikir”, jawabku.***

Jam olahraga selesai. Semua anak berkumpul di kantin. Aku duduk di samping Ishak yang sedang asyik dengan minuman sodanya. Aku memberanikan diri untuk bicara kalau aku juga suka padanya. Ini awal bagiku, mengakui perasaanku pada seorang pria. Aku terhitung gadis jaim. Yang tidak pernah mau mengakui perasaan. Bagiku itu memalukan. Aku selalu berprinsip, lebih baik sakit sendiri daripada berbagi dengan orang lain. Perasaanku kepada Fahri saja, tidak pernah aku ungkapkan. Tapi , entah mengapa hari ini aku berani. Kejaimanku hilang seketika. Aku menerima Ishak menjadi kekasihku. Meskipun Fahri cinta pertamaku,tapi kenyataanya Ishak lah pacar pertamaku.
Hari-hariku lebih menyenangkan. Aku mulai melupakan Fahri. Sampai suatu hari Ishak mengatakan kalau sebenarnya Fahri suka padaku. Entah itu benar atau hanyalah lelucon Ishak. Kata-kata itu sempat membuatku sedih dan menyesal menerima Ishak. Tapi Ishak terlalu baik untuk aku sakiti. Dia yang selama ini menemaniku di saat Fahri tidak lagi memikirkanku.
Sebentar lagi liburan sekolah. Setiap liburan tiba, aku selalu berharap Fahri akan datang. Moga saja kali ini dia ingat dengan janjinya.
Sore itu aku sedang jalan bersama Ishak. Di jalan kami berpapasan dengan seseorang. Fahri..yah Fahrilah orang itu.
“ Apa mungkin aku salah lihat. Ah tapi aku yakin it dia “ hatiku tidak tenang.
Malam hari dirumahku. Sedang asyik mengotak-atik komputerku, tiba-tiba Fahri datang. Aku kaget. Diam seribu bahasa. Keheningan menyelimuti suasana kita bertiga. Beberapa menit kami terdiam.
“ Fahri? Apa kabar?”, tanyaku.
“ Baik”, jawabnya.
Ternyata Fahri telah mengetahui hubungan aku sama Ishak. Dina teman SMP kita, menceritakan semua padanya. Fahri mulai dingin denganku. Dia bukanlah Fahri yang aku kenal dulu. Mungkin kehidupan Bandung telah merubahnya. Dia bahkan tidak menanyakan kabarku. Dia sama sekali merasa tidak bersalah sekian lama tidak mengirimi kabar.
Keesokan harinya, aku dikagetkan dengan kedatangan Fahri. Kenapa tidak, dia datang pagi-pagi sekali. Dia berusaha menjelaskan semuanya. Alasannya tidak mengunjungiku,alasannya tidak menghubungiku. Dia sibuk dengan kehidupan sekolahnya. Dia bilang, kalau dia sama sekali tidak melupakanku, dia juga bilang kalau dia selalu memikirkanku. Dia menyukaiku. Air mataku menetes mendengar cerita Fahri.
“ Maafkan aku”, kataku.
“ Ya, aku tahu,aku tahu soal hubungan kamu sama Ishak”, jelasnya.
Tak disadari, Ishak mendengar pembicaraan kami. Ishak tahu kalau aku juga suka sama Fahri. Ishak mengalah dan memintaku untuk menerima Fahri. Setelah kejadian itu, Ishak tidak pernah lagi menghubungiku. Dia hanya ingin aku  bersama Fahri. Akupun menerima Fahri....
Hmm.. memang aku gadis egois, teman-temanku bilang tindakanku salah. Katanya,aku bagaikan kacang lupa kulitnya.....
Aku bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Ishak menjauhiku agar aku bisa dekat dengan Fahri. Akupun tidak bisa berbohong kalau perasaanku ke Fahri lebih dibanding Ishak.
Sekarang aku bersama Fahri. Setiap hari Fahri ke rumahku. Tak jarang dia datang bersama Ishak. Aku merasa sangat bersalah kepada Ishak. Tapi, dia begitu baik. Dia sama sekali tidak membenciku. Kami bahkan sering jalan bertiga.
Liburan selesai, itu berarti Fahri harus segera kembali ke Bandung. Sedih kembali menyelimutiku. Dan lagi-lagi Ishak hadir dan menghiburku.
Semenjak aku pacaran sama Fahri,Ishak adalah tempatku berbagi cerita. Ishak tidak pernah keberatan jika aku berbicara soal Fahri.
Aku sedang asyik di duduk di taman sekolah,tiba-tiba handphoneku berdering.
Fahri memanggil. Segera kuangkat. Kabar yang sangat membuatku bahagia. Fahri memutuskan untuk pindah lagi ke Jakarta. Katanya minggu depan dia sudah akan berada di Jakarta.
Satu minggu kemudian.
Hari ini Fahri tiba di jakarta. Tak sabar ingin bertemu dengannya.  Dia tidak akan bersekolah di sekolahku karena itu bukan jurusannnya. Tapi, itu bukan masalah bagiku.***


“ Apa yang kamu lakukan Putri?”, tanya Ishak kaget.
Aku baru saja memutuskan Fahri. Aku juga tidak tahu kenapa. Aku masih suka padanya, tapi aku merasa telah dibohongi olehnya hanya karena dia tidak datang ke rumahku. Aku memutuskannya tanpa alasan yang jelas. Berkali-kali dia mencoba menghubungiku, datang ke rumahku, tapi itu semua tidak merubah keputusanku.
Aku memang gadis Jaim, hanya karena tidak mau dibilang menelan ludah yang telah dikeluarkan,aku rela menahan rasa sakit ini.
Banyak yang bilang,aku hanya mempermainkan Fahri, dia rela pindah sekolah demi aku. Tapi, apa yang aku lakukan?aku campakkan dia.
1 bulan..
2 bulan..
3 bulan..
1 tahun berlalu...
Aku belum bisa melupakan Fahri. Tapi aku terlalu jaim untuk mengakui itu semua. Ishak berkali-kali menyarankanku untuk mengatakan kalau aku masih suka sama Fahri. Tapi, aku tetaplah aku yang jaim.
Kehidupan Fahri berubah drastis. Dia menjadi anak yang nakal. Dia jarang pulang rumah, sering bolos. Pergaulannya rusak. Saya sedih mendengar semua itu. Tapi, aku tidak bisa berbuat apa-apa***
1 tahun kemudian..

Aku melanjutkan studiku di singapura. Tanpa pamit aku pergi. Aku seolah menghilangkan jejak dari meraka.  Meninggalkan semua kenanganku. Ishak dan Fahri. Aku ingat kata-kata Fahri dulu. Dia sering bilang kalau kita akan kuliah bareng,belajar bersama. Tapi, melihat dia sekarang, semua itu tidak mungkin. Fahri mulai terjerumus obat-obatan. Dia sering balapan liar.
Aku hilang komunikasi dengan mereka berdua. Berusaha aku mencari nomor handphone mereka tapi tidak pernah ketemu. Ingin ku mengirimkan sesuatu melalui email kepada mereka. Ingin aku meminta maaf kepada mereka, tapi aku terlalu jaim untuk itu semua.
Kabar terakhir yang kudengar, Fahri  & Ishak masih tetap menjadi sahabat. Mereka akrab. Sering balapan bersama.
Seandainya mereka tahu, aku disini sangat merindukan mereka. Tapi, kuakui akulah yang salah,aku yang memulai semua ini. Mereka terlalu baik padaku. Tapi, apa balasanku, aku hanya mempermainkan mereka.
Pernah aku mencoba mengirim email kepada mereka,tapi tidak dibalas. Sejak saat itu, aku yakin mereka benar-benar telah melupakanku. Aku janji tidak akan lagi menghubungi mereka***
Dua tahun kemudian..
Saat itu aku sedang belajar. Sms masuk di handphoneku .  Nomor baru. Ternyata itu Fahri. Aku sangat senang. Dengan penuh semangat aku menelfonnya . Bicara dengannya. Ingin sekali kukatakan kalau aku sama sekali belum melupakannya. Aku masih sangat menyukainya. Tapi aku terlalu jaim. Lagi-lagi kejaiman selalu menghantuiku.
Setelah itu, hari-hariku lebih berwarna,aku bisa berkomunikasi lagi dengan Fahri. Meskipun tidak mengakui perasaanku, tapi aku tetap senang. Aku bahkan tidak minta maaf padanya.
Sampai suatu hari...

“Apa? Ini pasti bohong,ini tidak mungkin”, teriakku sambil menangis. Kali ini Fahri benar-benar telah pergi meninggalkanku dan tidak akan kembali. Dia meninggal karena kecelakaan ketika perjalanan menuju acara Tournament Balap.
Aku tidak bisa menerima semua ini. Penyesalan menyelimutiku. Aku belum sempat minta maaf padanya. Aku belum mengungkapkan perasaanku. Dan sekarang dia telah pergi. Kepada siapa harus kuceritakan semua ini. Ini semua karena sifat jaimku, membuatku menyesal seumur hidupku.
Hari-hariku dipenuhi kesedihan. Konsentrasi  belajarku hilang. Yang ada dipikiranku hanya Fahri. Aku hanya bisa melihat fotonya.
Sekarang tinggal Ishak, ya Ishak...
Aku tidak ingin penyesalanku semakin bertambah. Aku harus segera minta maaf kepada Ishak, aku harus bilang, kalau aku sama sekali tidak pernah melupakan mereka. Tapi, aku bingung bagaimana caranya aku mengatakannya. Nomor handphonepun aku tidak punya.
Johan adalah teman SMAku dulu yang  juga teman dekat Ishak. Dia mengabariku kalau Ishak sakit. Penyakitnya parah. Dia juga memberiku Nomor Handphone Ishak. Tidak tunggu lama, aku segera menghubunginya. Tapi, sungguh membuatku kecewa. Ishak sama sekali tidak mempedulikanku. Tidak sama sekali. Bahkan dia tidak membalas pesanku.
3 bulan kemudian...
Aku pulang ke Jakarta,kuliahku libur. Berkali-kali aku berusaha menghubungi Ishak memintanya datang ke rumahku. Tapi, tak pernah di jawab olehnya. Mungkin ini karma buatku. Dulu aku terlalu jaim.
Liburan selesai,aku kembali ke singapura.
Sungguh sesuatu yang tak kusangka-sangka, aku berada di pesawat yang sama dengan Ishak. Ishak memutuskan pindah ke Singapura. Perjalananku kali ini terasa sangat indah. Dia memberiku nomor barunya dan memintaku menghubunginya nanti.
Kami berpisah di bandara. Setibanya di rumah aku langsung menghubungi Ishak. Belum sempat aku menanyakan soal sifatnya yang aneh selama ini, yang tidak mau lagi menjawab telfonku, dia langsung menjelaskan semunya. Katanya dia malu padaku, dia merasa tidak pantas lagi bersahabat denganku. Dia adalah anak jalanan, hidupnya dihabiskan dengan gempulan asap dan butiran obat. Dia tidak punya pengalaman menarik yang harus diceritakan. Begitulah penjelasannya. Aku diam seribu bahasa. Aku tidak menyangka dia berpikiran seperti itu.
“ Aku tidak peduli siapa kamu, bagaimana kehidupan kamu, kamu tetap Ishak sahabtku. Fahri telah pergi meninggalkan kita, aku tidak mau kehilangan kamu lagi. Jadilah sahabatku untuk selamanya.  Aku minta maaf selama ini tidak menghubungimu. Tapi aku sama sekali tidak melupakan kalian”, jelasku padanya.
Sekarang aku sadar, Jaim itu tidak baik. Ternyata memilih diam bukanlah jalan keluar yang baik,kita tidak akan pernah mengetahui yang sesungguhnya. Aku mungkin tidak akan pernah tahu apa yang dirasain Ishak selama ini, aku mungkin akan selalu mengganggap kalau Ishak benar-benar  tidak ingin lagi bersahabat denganku,kalau saja aku tidak menghubunginya  dan bicara dengannya saat itu***
Miss Jaim, bukanlah gelarku lagi. Aku akan belajar mengakui sesuatu sekarang.