“Hei kamu,ya kamu”,kataku seolah mengenalnya.
“Aku? Kamu bicara denganku?”, jawabnya heran.
Dia
adalah anak baru di sekolahku. Wajahnya tak asing bagiku. Sepertinya
aku pernah melihatnya. Berusaha merefresh kembali memoriku dan...yah aku
ingat. Dia adalah teman SMPku lalu. Aku pindah setahun yang lalu karena
orang tuaku di mutasi. Tidak terpikirkan olehku, aku akan bertemu
dengannya lagi di sekolah ini, SMPN 2 Jakarta.
“Hello...what do you think?”, tanyanya membuyarkan lamunanku. Segera aku kembali ke duniaku yang sekarang.
“Kamu fahri kan? Kamu pasti dari SMPN 3 Bandung?”,tanyaku yakin.
“E....iya, kamu siapa?”, jawabnya heran.
Ternyata dia telah lupa denganku. Wajar sih, setahun lebih tidak bertemu bukanlah waktu yang singkat.
“hmm....yayaaa...aku ingat,kamu Putri,benarkan?’’,teriaknya membuatku terkejut.
Dugaanku
salah. Dia ingat padaku. Dia ingat semua tentang aku. Kami mulai
bercerita tentang masa lalu kita dan saling menebak. Aku gadis pecinta
ungu, sesemangat spongebob, paling takut sama guntur,keras kepala, dan
tidak suka menyanyi, katanya berusaha mengingatku.
Fahri, dia sahabat lamaku yang kini bersamaku lagi. Ternyata waktu mempertemukan kita lagi.***
Kedatangan
Fahri, membuat aku sedikit berubah. Sekarang aku jarang main sama
teman-temanku yang lain. Waktuku lebih banyak dihabiskan bersama Fahri.
Selain rumah kita yang berdekatan, dia cocok denganku. Orangnya humoris,
baik, dan dewasa untuk usianya yang masih 13 tahun. Tapi , satu hal
yang aku tidak suka darinya. Dia suka balapan. Sebenarnya bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan.
Hari-hariku bersama Fahri melahirkan berjuta kenangan.
“ Ri, lulus nanti kamu lanjut di mana?”, tanyaku.
“
Hmmm....aku mau balik lagi ke Bandung, aku ingin bersekolah yang
sekolahnya itu bisa menjadikanku seorang pembalap,aku ingin menjadi
seperti Valintina”, jawab Fahri sedikit berkhayal.
“Valentino
Rossi,bukan Valintina. Berarti kita akan terpisah lagi. Aku tetap di
sini. Orang tuaku tidak mengizinkanku keluar kemana-mana”, jelasku
sedih.
Melihat
aura sedihku, Fahri berusaha menghiburku dengan lelucon andalannya. Dia
meyakinkanku kalau kita masih tetap jadi sahabat. Katanya, jarak
bukanlah penghalang persahabatan kita. Dia janji akan selalu
mengunjungiku setiap liburan. Meskipun demikian, aku tetap merasa sedih.
Bagiku Fahri lebih dari teman. Aku suka padanya. Meskipun usiaku
terbilang mudah, tapi aku sedikit mengerti tentang cinta.***
Seminggu
lagi pengumuman tiba. Semua siswa SMP cemas menunggu hari itu. Hari
dimana penentuan kita selama 3 tahun berada di bangku SMP. Setelah
pengumuman nanti Fahri akan segera berangkat ke Bandung. Rasanya begitu
cepat, seperti baru kemarin kita dipertemukan dan sekarang harus
berpisah lagi. Satu minggu ini, kuhabiskan semua waktuku bersama Fahri.
Hari
yang ditunggu-tunggu tiba. Semua siswa terlihat cemas menanti hasil
yang tinggal beberapa jam lagi. Aku ke sekolah bersama Fahri. Mukaku
terlihat kusut. Fahri tahu kalau aku sedang sedih. Beragam cara dia
lakukan untuk membuatku tersenyum. Tapi, itu semua sia-sia. Aku benci
hari ini. Hari terakhir aku bersama Fahri. Tepat pukul 1 siang nanti Fahri akan berangkat.
“HORE...AKU LULUS”, teriak semua siswa gembira.
Aku
senang, akhirnya masa putih biruku berakhir. Aku akan menjadi seorang
siswa SMA. Tapi entah mengapa, aku merasa masa SMAku nanti tidak akan
seindah masa SMPku. Aku harus melalui hari-hariku tanpa Fahri sahabatku.
Orang yang selalu mengerti aku, orang yang tidak pernah bosan mendengar
ceritaku, orang yang sering jahilin aku, dan orang yang selalu
membuatku tertawa.
Setelah
acara pelulusan aku pulang,tanpa pamit kepada Fahri yang sedang sibuk
mengurus keberangkatanya. Setibaku dirumah, mama bingung mukaku tidak
seceria teman-temanku. Mama mendekati dan ingin tahu. Aku mulai
bercerita soal keberangkatan Fahri. Yah.... jawaban mama sama seperti Fahri.
Jarak bukanlah pemisah persahabatan kita. Kulangkahkan kakiku menuju
kamar. Berbaring sambil mengingat masa-masaku bersama Fahri membuat rasa
sedihku bertambah. Sedikit-sedikit pandanganku tertuju kearah jam yang ada di meja belajarku. 30 menit lagi Fahri akan berangkat.
“Maaf Fahri, aku tidak bisa mengantarmu. Itu hanya akan membuatku semakin mengingatmu”, kataku dalam hati.
“ Kamu tunggu apalagi Fahri? 10 menit lagi pesawat berangkat”, tanya ibu Fahri.
“ Putri bu, kenapa dia tidak mengantarku?”, Jawab Fahri kecewa.
“ Sudahlah, mungkin dia sedang sibuk” , balas ibu Fahri.***
Satu bulan kemudian....
Hari pertamaku menggunakan seragam putih abu-abu. Tidak tahu apa yang akan terjadi di masa ini.
Satu bulan ini tidak pernah ada kabar dari Fahri.
“Putri...Putri...”,teriak seseorang memanggilku.
Kuhentikan
langkahku dan mencari-cari sumber suara. Dari kejauhan terlihat seorang
pria berlari menujuku sambil melambai-lambaikan tangannya. Aku sama
sekali tidak mengenalnya.
“Aku Ishak”, katanya memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya kearahku.
“Putri”, jawabku singkat.
“Ya..aku
tahu. Kamu Putri si Miss Purple, gadis sesemangat spongebob, paling
takut sama guntur, dan tidak suka menyanyi”, katanya semangat.
Aku
heran, dia seolah-olah telah mengenalku lama. Kata-katanya
mengingatkanku pada Fahri. Selidik penuh selidik ternyata dia teman
Fahri. Fahri banyak cerita tentangku padanya. Dia juga sering sering
melihat fotoku di handphone Fahri. Itu sebabnya dia tahu mukaku. Kami
berada di kelas yang sama. Orangnya asyik. Dia teman pertamaku di
sekolah ini. Aku langsung dekat dengannya. Yah..mungkin karena dia punya
banyak kesamaan dengan Fahri.
Aku
dan Ishak sering membicarakan sesuatu soal Fahri. Aku sering
bertanya-tanya kenapa sampai sekarang tidak pernah ada kabar tentangnya.
Ishak hanya bisa meyakinku dengan jawaban mungkin Fahri sedang sibuk.
Ishak orangnya baik, dia tidak pernah keberatan setiap aku meminta bantuannya.***
Satu
tahun berlalu, sekarang aku sudah berada di kelas dua. Tapi, kabar dari
Fahri tak kunjung tiba. Janjinya untuk mengunjungiku setiap liburan
ternyata bohong. Dua kali liburan ini dia tidak pernah datang. Nomor
handphonenya diganti. Masa putih abu-abuku banyak dihabiskan bersama
Ishak. Sampai suatu hari..
“ Aku suka sama kamu Putri”, kata Ishak.
Aku
kaget mendengar pengakuannya. Aku pikir selama ini dia tahu kalau aku
menyukai Fahri,ternyata tidak. Tapi, aku juga tidak bisa membohongi
diriku, aku juga suka sama Ishak. Dia hadir dikehidupanku sebagai sosok
Fahri. Setiap kali aku sedih, dia selalu menghiburku.
“ Bagaimana Put?”, tanya Ishak.
“ e.... beri aku waktu untuk berpikir”, jawabku.***
Jam
olahraga selesai. Semua anak berkumpul di kantin. Aku duduk di samping
Ishak yang sedang asyik dengan minuman sodanya. Aku memberanikan diri
untuk bicara kalau aku juga suka padanya. Ini awal bagiku, mengakui
perasaanku pada seorang pria. Aku terhitung gadis jaim. Yang tidak
pernah mau mengakui perasaan. Bagiku itu memalukan. Aku selalu
berprinsip, lebih baik sakit sendiri daripada berbagi dengan orang lain.
Perasaanku kepada Fahri saja, tidak pernah aku ungkapkan. Tapi , entah
mengapa hari ini aku berani. Kejaimanku hilang seketika. Aku menerima
Ishak menjadi kekasihku. Meskipun Fahri cinta pertamaku,tapi kenyataanya
Ishak lah pacar pertamaku.
Hari-hariku
lebih menyenangkan. Aku mulai melupakan Fahri. Sampai suatu hari Ishak
mengatakan kalau sebenarnya Fahri suka padaku. Entah itu benar atau
hanyalah lelucon Ishak. Kata-kata itu sempat membuatku sedih dan
menyesal menerima Ishak. Tapi Ishak terlalu baik untuk aku sakiti. Dia
yang selama ini menemaniku di saat Fahri tidak lagi memikirkanku.
Sebentar
lagi liburan sekolah. Setiap liburan tiba, aku selalu berharap Fahri
akan datang. Moga saja kali ini dia ingat dengan janjinya.
Sore itu aku sedang jalan bersama Ishak. Di jalan kami berpapasan dengan seseorang. Fahri..yah Fahrilah orang itu.
“ Apa mungkin aku salah lihat. Ah tapi aku yakin it dia “ hatiku tidak tenang.
Malam
hari dirumahku. Sedang asyik mengotak-atik komputerku, tiba-tiba Fahri
datang. Aku kaget. Diam seribu bahasa. Keheningan menyelimuti suasana
kita bertiga. Beberapa menit kami terdiam.
“ Fahri? Apa kabar?”, tanyaku.
“ Baik”, jawabnya.
Ternyata
Fahri telah mengetahui hubungan aku sama Ishak. Dina teman SMP kita,
menceritakan semua padanya. Fahri mulai dingin denganku. Dia bukanlah
Fahri yang aku kenal dulu. Mungkin kehidupan Bandung telah merubahnya.
Dia bahkan tidak menanyakan kabarku. Dia sama sekali merasa tidak
bersalah sekian lama tidak mengirimi kabar.
Keesokan
harinya, aku dikagetkan dengan kedatangan Fahri. Kenapa tidak, dia
datang pagi-pagi sekali. Dia berusaha menjelaskan semuanya. Alasannya
tidak mengunjungiku,alasannya tidak menghubungiku. Dia sibuk dengan
kehidupan sekolahnya. Dia bilang, kalau dia sama sekali tidak
melupakanku, dia juga bilang kalau dia selalu memikirkanku. Dia
menyukaiku. Air mataku menetes mendengar cerita Fahri.
“ Maafkan aku”, kataku.
“ Ya, aku tahu,aku tahu soal hubungan kamu sama Ishak”, jelasnya.
Tak
disadari, Ishak mendengar pembicaraan kami. Ishak tahu kalau aku juga
suka sama Fahri. Ishak mengalah dan memintaku untuk menerima Fahri.
Setelah kejadian itu, Ishak tidak pernah lagi menghubungiku. Dia hanya
ingin aku bersama Fahri. Akupun menerima Fahri....
Hmm.. memang aku gadis egois, teman-temanku bilang tindakanku salah. Katanya,aku bagaikan kacang lupa kulitnya.....
Aku
bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Ishak menjauhiku agar aku bisa
dekat dengan Fahri. Akupun tidak bisa berbohong kalau perasaanku ke
Fahri lebih dibanding Ishak.
Sekarang
aku bersama Fahri. Setiap hari Fahri ke rumahku. Tak jarang dia datang
bersama Ishak. Aku merasa sangat bersalah kepada Ishak. Tapi, dia begitu
baik. Dia sama sekali tidak membenciku. Kami bahkan sering jalan
bertiga.
Liburan
selesai, itu berarti Fahri harus segera kembali ke Bandung. Sedih
kembali menyelimutiku. Dan lagi-lagi Ishak hadir dan menghiburku.
Semenjak
aku pacaran sama Fahri,Ishak adalah tempatku berbagi cerita. Ishak
tidak pernah keberatan jika aku berbicara soal Fahri.
Aku sedang asyik di duduk di taman sekolah,tiba-tiba handphoneku berdering.
Fahri memanggil. Segera kuangkat. Kabar yang sangat membuatku bahagia. Fahri memutuskan untuk pindah lagi ke Jakarta. Katanya minggu depan dia sudah akan berada di Jakarta.
Fahri memanggil. Segera kuangkat. Kabar yang sangat membuatku bahagia. Fahri memutuskan untuk pindah lagi ke Jakarta. Katanya minggu depan dia sudah akan berada di Jakarta.
Satu minggu kemudian.
Hari ini Fahri tiba di jakarta. Tak sabar ingin bertemu dengannya. Dia tidak akan bersekolah di sekolahku karena itu bukan jurusannnya. Tapi, itu bukan masalah bagiku.***
“ Apa yang kamu lakukan Putri?”, tanya Ishak kaget.
Aku
baru saja memutuskan Fahri. Aku juga tidak tahu kenapa. Aku masih suka
padanya, tapi aku merasa telah dibohongi olehnya hanya karena dia tidak
datang ke rumahku. Aku memutuskannya tanpa alasan yang jelas.
Berkali-kali dia mencoba menghubungiku, datang ke rumahku, tapi itu
semua tidak merubah keputusanku.
Aku memang gadis Jaim, hanya karena tidak mau dibilang menelan ludah yang telah dikeluarkan,aku rela menahan rasa sakit ini.
Banyak
yang bilang,aku hanya mempermainkan Fahri, dia rela pindah sekolah demi
aku. Tapi, apa yang aku lakukan?aku campakkan dia.
1 bulan..
2 bulan..
3 bulan..
1 tahun berlalu...
Aku
belum bisa melupakan Fahri. Tapi aku terlalu jaim untuk mengakui itu
semua. Ishak berkali-kali menyarankanku untuk mengatakan kalau aku masih
suka sama Fahri. Tapi, aku tetaplah aku yang jaim.
Kehidupan
Fahri berubah drastis. Dia menjadi anak yang nakal. Dia jarang pulang
rumah, sering bolos. Pergaulannya rusak. Saya sedih mendengar semua itu.
Tapi, aku tidak bisa berbuat apa-apa***
1 tahun kemudian..
Aku melanjutkan studiku di singapura. Tanpa pamit aku pergi. Aku seolah menghilangkan jejak dari meraka. Meninggalkan
semua kenanganku. Ishak dan Fahri. Aku ingat kata-kata Fahri dulu. Dia
sering bilang kalau kita akan kuliah bareng,belajar bersama. Tapi,
melihat dia sekarang, semua itu tidak mungkin. Fahri mulai terjerumus
obat-obatan. Dia sering balapan liar.
Aku
hilang komunikasi dengan mereka berdua. Berusaha aku mencari nomor
handphone mereka tapi tidak pernah ketemu. Ingin ku mengirimkan sesuatu
melalui email kepada mereka. Ingin aku meminta maaf kepada mereka, tapi
aku terlalu jaim untuk itu semua.
Kabar terakhir yang kudengar, Fahri & Ishak masih tetap menjadi sahabat. Mereka akrab. Sering balapan bersama.
Seandainya
mereka tahu, aku disini sangat merindukan mereka. Tapi, kuakui akulah
yang salah,aku yang memulai semua ini. Mereka terlalu baik padaku. Tapi,
apa balasanku, aku hanya mempermainkan mereka.
Pernah
aku mencoba mengirim email kepada mereka,tapi tidak dibalas. Sejak saat
itu, aku yakin mereka benar-benar telah melupakanku. Aku janji tidak
akan lagi menghubungi mereka***
Dua tahun kemudian..
Saat itu aku sedang belajar. Sms masuk di handphoneku . Nomor
baru. Ternyata itu Fahri. Aku sangat senang. Dengan penuh semangat aku
menelfonnya . Bicara dengannya. Ingin sekali kukatakan kalau aku sama
sekali belum melupakannya. Aku masih sangat menyukainya. Tapi aku
terlalu jaim. Lagi-lagi kejaiman selalu menghantuiku.
Setelah
itu, hari-hariku lebih berwarna,aku bisa berkomunikasi lagi dengan
Fahri. Meskipun tidak mengakui perasaanku, tapi aku tetap senang. Aku
bahkan tidak minta maaf padanya.
Sampai suatu hari...
“Apa?
Ini pasti bohong,ini tidak mungkin”, teriakku sambil menangis. Kali ini
Fahri benar-benar telah pergi meninggalkanku dan tidak akan kembali.
Dia meninggal karena kecelakaan ketika perjalanan menuju acara
Tournament Balap.
Aku
tidak bisa menerima semua ini. Penyesalan menyelimutiku. Aku belum
sempat minta maaf padanya. Aku belum mengungkapkan perasaanku. Dan
sekarang dia telah pergi. Kepada siapa harus kuceritakan semua ini. Ini
semua karena sifat jaimku, membuatku menyesal seumur hidupku.
Hari-hariku dipenuhi kesedihan. Konsentrasi belajarku hilang. Yang ada dipikiranku hanya Fahri. Aku hanya bisa melihat fotonya.
Sekarang tinggal Ishak, ya Ishak...
Aku
tidak ingin penyesalanku semakin bertambah. Aku harus segera minta maaf
kepada Ishak, aku harus bilang, kalau aku sama sekali tidak pernah
melupakan mereka. Tapi, aku bingung bagaimana caranya aku mengatakannya.
Nomor handphonepun aku tidak punya.
Johan adalah teman SMAku dulu yang juga
teman dekat Ishak. Dia mengabariku kalau Ishak sakit. Penyakitnya
parah. Dia juga memberiku Nomor Handphone Ishak. Tidak tunggu lama, aku
segera menghubunginya. Tapi, sungguh membuatku kecewa. Ishak sama sekali
tidak mempedulikanku. Tidak sama sekali. Bahkan dia tidak membalas
pesanku.
3 bulan kemudian...
Aku
pulang ke Jakarta,kuliahku libur. Berkali-kali aku berusaha menghubungi
Ishak memintanya datang ke rumahku. Tapi, tak pernah di jawab olehnya.
Mungkin ini karma buatku. Dulu aku terlalu jaim.
Liburan selesai,aku kembali ke singapura.
Sungguh
sesuatu yang tak kusangka-sangka, aku berada di pesawat yang sama
dengan Ishak. Ishak memutuskan pindah ke Singapura. Perjalananku kali
ini terasa sangat indah. Dia memberiku nomor barunya dan memintaku
menghubunginya nanti.
Kami
berpisah di bandara. Setibanya di rumah aku langsung menghubungi Ishak.
Belum sempat aku menanyakan soal sifatnya yang aneh selama ini, yang
tidak mau lagi menjawab telfonku, dia langsung menjelaskan semunya.
Katanya dia malu padaku, dia merasa tidak pantas lagi bersahabat
denganku. Dia adalah anak jalanan, hidupnya dihabiskan dengan gempulan
asap dan butiran obat. Dia tidak punya pengalaman menarik yang harus
diceritakan. Begitulah penjelasannya. Aku diam seribu bahasa. Aku tidak
menyangka dia berpikiran seperti itu.
“
Aku tidak peduli siapa kamu, bagaimana kehidupan kamu, kamu tetap Ishak
sahabtku. Fahri telah pergi meninggalkan kita, aku tidak mau kehilangan
kamu lagi. Jadilah sahabatku untuk selamanya. Aku minta maaf selama ini tidak menghubungimu. Tapi aku sama sekali tidak melupakan kalian”, jelasku padanya.
Sekarang
aku sadar, Jaim itu tidak baik. Ternyata memilih diam bukanlah jalan
keluar yang baik,kita tidak akan pernah mengetahui yang sesungguhnya.
Aku mungkin tidak akan pernah tahu apa yang dirasain Ishak selama ini,
aku mungkin akan selalu mengganggap kalau Ishak benar-benar tidak ingin lagi bersahabat denganku,kalau saja aku tidak menghubunginya dan bicara dengannya saat itu***
Miss Jaim, bukanlah gelarku lagi. Aku akan belajar mengakui sesuatu sekarang.